OCCRP Dinilai Merendahkan Martabat Bangsa, Haidar Alwi: Presiden Prabowo Harus Protes Pemerintahan Belanda

Tokoh Toleransi Indonesia, Ir. R. Haidar Alwi, MT.
120x600
a

JAKARTA, OTONOMINEWS.ID – Hasil riset dan kajian dari OCCRP dinilat merendahkan martabat bangsa Indonesia, karena menjelek-jelekkan Jokowi sebagai mantan kepala negara.

Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi meminta Presiden Prabowo Subianto untuk melayangkan nota protes resmi kepada pemerintah Belanda terkait riset OCCRP (Organized Crime and Corruption Reporting Project).

Pada akhir Desember 2024, OCCRP yang berbasis di Amsterdam merilis nama Jokowi sebagai salah satu finalis tokoh yang terlibat dalam kejahatan terorganisasi dan paling korup di dunia.

Menurut R Haidar Alwi, Jokowi adalah presiden, kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang dipilih langsung oleh mayoritas rakyat Indonesia melalui pemilu yang sah. Karenanya, pelecehan terhadap Jokowi adalah pelecehan terhadap negara, pemerintah dan mayoritas rakyat Indonesia.

“Dengan segala hormat saya memohon kepada Presiden Prabowo Subianto untuk memerintahkan Kementerian Luar Negeri melayangkan nota protes secara resmi kepada pemerintah Belanda terkait riset OCCRP. Hal itu demi menjaga harga diri dan kehormatan bangsa di mata dunia agar tidak mudah dilecehkan oleh siapa pun. Jika sekarang Jokowi, bukan tidak mungkin di masa depan OCCRP atau lembaga lainnya menyasar Presiden Prabowo Subianto,” kata R Haidar Alwi, Kamis (16/1/2025) malam.

Setelah berhasil mengguncang Indonesia dengan kegaduhan yang ditimbulkannya, OCCRP kemudian mengakui tidak memiliki bukti Jokowi terlibat dalam korupsi. Mereka berdalih kelompok-kelompok masyarakat sipil dan para ahli menilai pemerintahan Jokowi secara signifikan melemahkan lembaga antikorupsi, lembaga pemilihan umum dan lembaga peradilan.

R Haidar Alwi menjelaskan, kalau revisi UU KPK disebut melemahkan KPK, bukankah sudah banyak putusan MK yang memastikan bahwa UU tersebut tidak bermasalah. Lalu, kalau pencalonan Gibran sebagai cawapres disebut melemahkan lembaga pemilu dan peradilan, bukankah MK dalam putusannya sudah menyatakan bahwa pencalonan Gibran sah dan intervensi presiden tidak terbukti.

“Jadi, yang dijadikan dalih oleh OCCRP itu tidak lebih dari sekadar persepsi para ahli dan kelompok masyarakat sipil yang tidak taat konstitusi. Oleh karena tidak ada bukti, hanya berlandaskan persepsi melawan konstitusi, maka predikat negatif yang disematkan oleh OCCRP kepada Jokowi semata-mata usulan tanpa dasar,” ungkap R Haidar Alwi.

r

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

f j