JAKARTA, OTONOMINEWS.ID – Rencana Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan membentuk kebijakan tentang family office menuai banyak kontroversi.
Maklum saja, kebijakan ini berisi tentang kecongkakan elit nasional dan konglomerat, sekaligus ketidakpedulian negara kepada masyarakat menengah dan bawah yang hidup dalam kesulitan.
Family Office ini memberi eksklusifitas dan fasilitas dari negara kepada orang kaya raya. Sebuah kebijakan yang bersandar pada kepentingan elit negara, tanpa dasar empati sedikit pun bagi mayoritas masyarakat Indonesia yang hidup pas-pasan.
Analisis tajam dan kritik terhadap gagasan Family Office ini disampaikan oleh Achmad Nur Hidayat, seorang Ahli Kebijakan Publik dan Ekonom UPN Veteran Jakarta, dan CEO Narasi Institute berikut ini:
Ketidakseimbangan Fokus Kebijakan
Ide pembentukan family office oleh Menteri Luhut B. Panjaitan mencerminkan ketidakseimbangan dalam fokus kebijakan yang lebih memihak kepada elit kaya.
Ketika seorang menteri lebih sering bergaul dengan kalangan elit, pandangan dan kebijakannya cenderung dipengaruhi oleh perspektif dan kepentingan segelintir orang kaya. Kebijakan ini tidak memperhatikan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi oleh mayoritas rakyat.
Family office adalah contoh konkret bagaimana kebijakan negara dapat dimiringkan untuk menguntungkan segelintir orang berduit, sementara kebutuhan rakyat biasa terabaikan. Ini adalah bentuk ketidakadilan yang seharusnya tidak boleh ada kepala policy makers yang digaji dari rakyat.
Minimnya Dialog dengan Rakyat Biasa
Kurangnya interaksi dan dialog dengan rakyat biasa membuat Menteri Luhut B. Panjaitan kurang memahami realitas dan kesulitan sehari-hari yang dihadapi oleh masyarakat umum.
Kebijakan yang dihasilkan menjadi tidak relevan dan tidak menyentuh akar permasalahan yang sebenarnya.
Family office, yang bertujuan untuk menarik investasi dari elit kaya, tidak menjawab kebutuhan mendesak seperti akses pendidikan, layanan kesehatan, dan penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat luas.
Kebijakan ini hanya memperlebar jurang ketimpangan antara yang kaya dan yang miskin.
Kepentingan Elit Mengalahkan Kepentingan Publik
Ketika kebijakan publik terlalu berfokus pada keuntungan segelintir elit kaya, kepentingan publik yang lebih luas terabaikan.
Ide family office memberikan berbagai insentif dan kemudahan pajak kepada orang kaya, sementara beban ekonomi bagi kelas menengah dan bawah tetap tinggi.
Misalnya, kelas menengah harus menghadapi kenaikan PPN dan pajak atas bunga tabungan, sementara elit kaya mendapatkan fasilitas dan insentif yang mempermudah mereka dalam mengelola dan menginvestasikan kekayaannya. Ini adalah bentuk nyata dari ketidakadilan sistemik!
Kebutuhan untuk Kebijakan yang Inklusif
Kebijakan yang inklusif dan adil harus memperhitungkan kebutuhan seluruh lapisan masyarakat.
Menteri yang lebih sering bergaul dengan rakyat biasa akan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang tantangan yang mereka hadapi.
Kebijakan seperti peningkatan akses pendidikan, kesehatan, dan dukungan bagi usaha kecil dan menengah (UKM) akan lebih bermanfaat untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat.
Family office hanya menawarkan manfaat bagi segelintir orang kaya, tanpa memberikan kontribusi yang berarti bagi perbaikan kondisi ekonomi rakyat banyak.
Potensi Dampak Negatif Jangka Panjang
Kebijakan yang terlalu memihak elit kaya juga berpotensi menimbulkan dampak negatif jangka panjang.
Ketergantungan pada investasi dari segelintir orang kaya membuat ekonomi nasional rentan terhadap perubahan kebijakan atau kondisi ekonomi global yang mempengaruhi keputusan investasi mereka.
Sebaliknya, investasi yang didorong oleh penguatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat akan lebih stabil dan berkelanjutan.
Momentum Pembentukan Family Office Tidak Tepat