Mengapa UMKM Masih Sulit Mengakses Teknologi Modern? Ini Kata Menkop UKM

Mengapa UMKM Masih Sulit Mengakses Teknologi Modern? Ini Kata Menkop UKM
120x600
a

JAKARTA, otonominews.id –  Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah () menjadi bagian terpenting yang harus dilibatkan dalam proses hilirisasi, terutama dalam pengembangan produk di bidang Akuakultur dan agrikultur. UMKM ditargetkan mampu berperan dalam menggerakkan roda ekonomi di Indonesia di sektor aquaculture dan agrikultur.

Hillirisasi, atau integrasi vertikal dan horizontal, dalam sektor Akuakultur dan agrikultur menjadi penting dalam upaya memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh UMKM.

Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki menekankan, pentingnya proses hilirisasi tidak hanya ditujukan untuk skala usaha besar. Ini merupakan strategi krusial yang juga sangat relevan bagi sektor pertanian, peternakan, perikanan, dan kelautan yang banyak digerakkan oleh Koperasi dan UMKM.

“Hilirisasi tidak hanya tentang peningkatan nilai tambah. Tetapi ini tentang mengubah paradigma ekspor bahan mentah menjadi produk bernilai tinggi, yang pada gilirannya akan mendorong transformasi pembangunan ekonomi kita ke arah yang lebih berkelanjutan dan inklusif,” katanya dalam diskusi bersama FORWAKOP (Forum Wartawan Koperasi dan UKM) dengan tema ‘Peran UMKM dalam Hilirisasi sektor Akuakultur dan agrikultur,' di Auditorium Kemenkop UKM, Jakarta, Jumat (8/3/2024).

Dalam acara diskusi yang didukung oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Permodalan Nasional Madani (PMN) dan PT Perum Bulog ini, Menkop UKM menegaskan, hilirisasi dalam konteks industrialisasi bukan meningkatkan value added produk UMKM, tetapi juga membawa produk UMKM masuk dalam ekosistem bisnis ke industri atau masuk dalam rantai pasok.

“Mengapa sampai hari ini UMKM masih sulit mengakses teknologi modern, pembiayaan maupun akses pasar? Karena UMKM kita disconnect (tidak terhubung) dengan industri. Karena didominasi mikro, kebanyakan UMKM kita bersifat mandiri. Beli bahan baku sendiri, packaging sendiri dsb,” ucap Teten.

Lihat Juga :  UMKM Tata Rias Pengantin Medan Siap Menangkan Suara Partai Perindo

Seharusnya, bagaimana hilirisasi membuat UMKM sebagai benchmark seperti apa yang dilakukan Korea Selatan, Jepang dan negara lainnya, di mana UMKM telah menjadi rantai pasok industri tak berjalan sendiri.

Menkop UKM mengatakan, dalam menghadapi tantangan global dan nasional yang kompleks, termasuk kerawanan pangan yang signifikan dan dampak perubahan iklim terhadap kemiskinan ekstrem, memerlukan tindakan strategis dan kolaboratif.
Tercatat, kontribusi sektor pertanian di tahun 2023 terhadap PDB sebesar Rp 2.617 triliun atau 12,5 persen. Sedangkan pertumbuhan sektor pertanian selama 5 tahun terakhir (2018-2023) rata-rata sebesar 2,1 persen atau masih di atas kenaikan jumlah penduduk 1,13 persen namun di bawah pertumbuhan rata-rata total PDB Nasional sebesar 3,4 persen (data BPS).

Dalam upaya mendorong hilirisasi, Kementerian Koperasi dan UKM telah dan sedang membangun 11 Rumah Produksi Bersama (RPB).

Termasuk empat yang berfokus pada komoditas pertanian seperti coklat di Jembrana Bali, pasta cabai di Batu Bara, Fitofarmaka Jahe di Kaltim, dan susu di Sleman DIY, serta 7 RPB khusus untuk minyak makan merah. Pembangunan ini, yang didukung oleh Dana BPDKS, LPDB, dan mandiri.

“Ke depannya, rencana akan dikembangkan RPB yang akan berfokus pada rumput laut dan hidrolisat ikan, bertujuan untuk mengkonversi ikan menjadi susu, menunjukkan komitmen berkelanjutan terhadap inovasi dan diversifikasi produk,” tuturnya.

Hilirisasi produk pertanian yang lebih hilir terus didorong seperti minyak nilam dan produk turunannya, plastik, pupuk dan beras analog, kosmetik dari rumput laut, serta bahan organik lainnya.

“Hilirisasi sangat penting dilakukan untuk menaikkan kelas petani dan nelayan menjadi bagian dari Industri yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan,” ungkap Teten.

Kemenkop UKM juga berkomitmen untuk memastikan bahwa ekosistem bisnis terjaga, contohnya melalui dukungan pembiayaan kepada Koperasi Al-Itifaq. Koperasi ini tidak hanya melakukan hilirisasi pertanian tetapi juga pemberdayaan berbasis komunitas pesantren, berperan sebagai agregator dan distributor produk pertanian anggotanya.

Lihat Juga :  Siti Atikoh: Ganjar-Mahfud Prioritaskan Kestabilan Harga Bahan Pokok

Selain itu, saat ini sedang dikembangkan Indonesia Trading House (ITH) di China, yang akan memainkan peran penting dalam memasarkan dan mengolah produk pertanian Indonesia, seperti durian, kelapa, dan nangka dari Parigi Mountong.

“Rencananya termasuk kerja sama dengan petani untuk menanam nangka sekitar 10 ribu hektar, memperluas jangkauan dan memperkuat posisi pasar produk pertanian Indonesia,” terangnya.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Deputi Bidang UKM Kementerian Koperasi UKM (KemenkopUKM), Hanung Harimba Rachman menyampaikan bahwa Kemenkop UKM terus mendorong agar terciptanya semacam pohon industri di Indonesia.

Terlebih, Indonesia memiliki banyak sumber daya yang selama ini dijual dalam bahan mentah. Seperti, sarang walet, ikan, udang, maupun rumput laut.

“Produk mentah tersebut, kalau diolah dengan melibatkan UMKM tentu akan memiliki nilai tambah. Bahkan jika dipromosikan dengan baik, kita harapkan akan terbentuk ekosistem,” kata Hanung.

r

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *