Terbukti Menguntungkan, Akuisisi SBS oleh BMI Tak Langgar Aturan

Kinerja Keuangan PTBA Membaik Pasca-akuisisi Saham SBS

Terbukti Menguntungkan, Akuisisi SBS oleh BMI Tak Langgar Aturan
Damba S Akmala (kanan), didampingi Ainudin (kiri) dan Tim penasihat hukum Tjahyono Imawan terdakwa Kasus Dugaan Korupsi Akuisisi PT SBS oleh PTBA.
120x600
a

Jakarta, Otonominews.id – Damba S Akmala selaku Kuasa Hukum Terdakwa Tjahyono Imawan menjelaskan bahwa langkah akuisisi terhadap PT SBS oleh PT BMI, telah mematuhi dan memenuhi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan serta peraturan internal perusahaan.

“Sebab tindakan klien kami pada dasarnya hanyalah merupakan tindakan bisnis atau corporate action yang jelas-jelas bukan merupakan perbuatan pidana,” kata Damba, Rabu (17/1/2024).

Namun, menurut Damba, keterangan saksi paling penting adalah terkait audit yang rutin dilakukan oleh BPK setiap 2 tahun.

“BPK sebagai lembaga negara yang berwenang melakukan audit, nyatanya selama ini tidak pernah ada temuan,” tegasnya.

Pernyataan tersebut disampaikan merespon keterangan Saksi Zulfikar Azhar, mantan Manajer Akuntansi manajemen PT Bukit Asam saat bersaksi dalam sidang perkara dugaan korupsi akuisisi saham PT Satria Bahana Sarana (SBS) oleh PT Bukit Multi Investama (BMI) di Pengadilan Negeri Palembang, Senin (15/1/2024).

Saksi Zulfikar Azhar, mantan Manajer Akuntansi manajemen PT Bukit Asam menegaskan, akuisisi PT SBS bukan saja menekan biaya operasional, namun juga meningkatkan pendapatan. Hal ini bisa dilihat dari laporan keuangan PTBA.

“PTBA itu secara laba rugi dari 2015 hingga 2022 itu naik (mengalami kenaikan),” kata Zulfikar.

Menurutnya pada tahun 2015, saat mulai akuisisi PT SBS, perusahan mengantongi laba Rp2 triliun dengan produksi 19 juta ton batubara, tahun 2016 untung Rp2 triliun dengan produksi 19.5 juta ton.

Kemudian melonjak tinggi di tahun 2017 dengan pendapatan Rp4,4 triliun dengan produksi 24 juta ton batubara.

Selanjutnya dia membeberkan di tahun 2018 perusahaan laba Rp5 triliun dengan produksi 26 juta ton. Tahun 2019 laba Rp4 triliun dengan produksi 29 juta karena adanya penurunan harga batubara dunia.

Berikutnya di tahun 2020 pendapatan turun menjadi Rp2 Triliun dengan produksi 24 juta karena covid.

Setahun kemudian pendapat kembali naik yaitu di tahun 2021 Rp7 triliun dengan produksi 30 juta ton, sedangkan di tahun 2022 laba menjadi Rp12 triliun dengan produksi 37 juta ton.

“Untuk tahun 2023 sudah tercatat di atas Rp 3 triliun per September,” ujarnya.

Maka dia merasa heran, karena perusahaan dituding merugi akibat akuisisi ini.

“Sampai detik ini tidak pernah dilakukan pemeriksaan laporan keuangan. Bagaimana bisa mengatakan PTBA mengalami kerugian kalau laporan keuangannya tidak diperiksa? Ini aneh dan janggal bagi kami,” tegasnya.

r

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

f j